Memahamkan Rasio Ketergantungan Kepada Pengguna Data Awam

Saat menghadiri penyajian Publikasi Statistik Gender di Kabupaten Maybrat Tahun 2014, Saya berkesimpulan bahwa tidak mudah memahamkan pengguna data awam tentang indikator statistik. Sebagai contoh, indikator Dependency Ratio yang diterjemahkan sebagai rasio ketergantungan didefiniskan sebagai nisbah antara jumlah penduduk usia tidak produktif (penduduk dengan usia kurang dari 15 tahun atau lebih dari 64 tahun) terhadap penduduk usia produkti (penduduk dengan usia 15 – 64 tahun). Apa arti rasio ketergantungan sebesar 50? Apa pula arti rasio ketergantungan sebesar 75? Apa arti rasio ketergantungan sebesar 20?

Pengguna data awam akan menerjemahkan rasio ketergantungan sebagai ketergantungan hidup seseorang kepada orang lain. Sebagai contoh, seorang janda tua yang mampu menghidupi sendiri kebutuhannya tidak menggantungkan diri pada siapapun. Agaknya, dia memaknai rasio ketergantungan hanya dengan menguraikan kata ‘ketergantungan’ dari sudut pandangnya. Di sinilah letak fokus kita sebagai statistisi untuk bisa menguraikan lebih lanjut formulasi rasio ketergantungan yang sebenarnya.

Saya mengajak Anda, Pembaca yang budiman, untukĀ memperhatikan contoh-contoh berikut. Rumah tangga pertama adalah rumah tangga Saya. Saya tinggal bersama seorang istri (36 tahun), dua anak berusia 12 dan 6 tahun, serta mertua berusia 58 tahun. Di rumah tangga saya terdapat tiga orang produktif dan dua orang tidak produktif. Kalau kita bandingkan dua orang tidak produktif dengan tiga orang produktif di rumah tangga saya, maka diperoleh angka 0,6667 atau 66,67 persen. Angka 66,67 persen inilah yang disebut rasio ketergantungan.

Contoh lain, rumah tangga kedua yang hanya terdiri dari suami dan istri yang usianya antara 15 – 64 tahun akan memiliki rasio ketergantungan sebesar nol. Mengapa? Karena tidak ada penduduk tidak produktif di rumah tangga itu. Jika rumah tangga itu memiliki satu balita, rasio ketergantungannya menjadi 50 per sen. Satu balita ditanggung oleh dua orang produktif.

Saya mengajak Anda untuk membayangkan sebuah rumah tangga ketiga di mana ayah (50), ibu (45), dua anak pertamanya berusia 28 dan 30 tahun telah bekerja dan satu si bungsu 11 tahun masih sekolah di SD kelas 5. Rasio ketergantungan di rumah tangga ini adalah 1:4 atau 25 persen.

Dari ketiga kasus di atas, rumah tangga mana yang memiliki beban tanggungan terbesar? rumah tangga saya memiliki beban tanggungan penduduk tidak produktif lebih besar dibandingkan dua rumah tangga lain. Rumah tangga saya harus mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar dibandingkan rumah tangga yang kedua dan ketiga.

Dalam konteks kewilayahan, pengertian rasio ketergantungan di atas tidak berbeda. Jika wilayah A memiliki rasio ketergantungan sebesar 66,67 dan di wilayah B memiliki rasio ketergantungan sebesar 25 maka proporsi orang produktif di wilayah B lebih besar daripada di wilayah A. Oleh karena itu, wilayah B mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memacu pembangunan di wilayahnya daripada di wilayah A. Wilayah B mempunyai kesempatan untuk mengalokasikan anggaran pembangunan kepada hal-hal yang bersifat investasi ketimbang yang bersifat konsumtif.

Semoga dengan posting ini, Pembaca bisa lebih memahami makna rasio ketergantungan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s